Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Jatim Berbagi Kiat Pengelolaan Kehumasan Digital

Humas Jember

Nurul Muhtadin, Kordiv Pencegahan, Partisipasi Masyarakat Dan Humas Bawaslu Kabupaten Tulungagung 

Jember - Badan Pengawas Pemilu Provinsi Jawa Timur Divisi Hubungan Masyarakat, Data, dan Informasi menghadirkan dua narasumber dalam diskusi daring Cangkrukan Demokrasi bertema ‘Strategi Menaikkan Engagement di Media Sosial dan Digitalisasi Arsip serta Dokumentasi Pengawasan Pemilu”, 12 Agustus 2025. Diskusi ini diikuti 38 Bawaslu kabupaten dan kota di Jawa Timur

Dua narasumber tersebut adalah Nurul Muhtadin, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Kabupaten Tulungagung, dan Yogi Eka Chalid Farobi, Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Kota Batu. 

Nurul memaparkan strategi menaikkan engagement media sosial. Dia menjelaskan pengelolaan media sosial oleh lembaga pemerintah memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda dengan media sosial komersial. Media sosial komersial berfokus pada kegiatan promosi dan penjualan, sementara media sosial lembaga pemerintah bertujuan membangun kepercayaan publik, menjunjung transparansi, serta menciptakan interaksi yang konstruktif dengan masyarakat.

Menurut Nurul, untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan perpaduan antara profesionalisme, keterbukaan informasi, dan pendekatan yang humanis. Fokus utama bukanlah sekadar mengejar viralitas, tetapi menyampaikan konten yang relevan, bernilai publik, dan mampu memperkuat citra serta fungsi kelembagaan. 

Nurul menyodorkan enam hal yang harus dimiliki oleh seorang praktisi humas untuk meningkatkan engagement media sosial. Pertama, kesadaran etisyakni memahami bahwa komunikasi lembaga melibatkan kepentingan publik yang lebih luas, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

“Kedua, orientasi kepada Lembagayakni humas bertanggung jawab untuk kepentingan lembaga, sehingga perlu mengesampingkan ego pribadi,” kata Nurul.

Berikutnya adalah kemampuan berpikir etis, yakni setiap keputusan harus diambil dengan pertimbangan rasional, objektif, integritas pribadi, dan tanggung jawab moral. Keempat, konsistensi dalam rasionalitas. Nurul menekankan, perlunya seorang humas untuk tidak semata mengandalkan selera atau intuisi, tapi mengedepankan logika dan pertimbangan yang adil dalam pengambilan keputusan.

Selain itu, seorang humas harus berperilaku etisdengan menunjukkan sikap sopan, beretika, dan profesional dalam berinteraksi dengan berbagai pihak. Terakhir, seorang humas harus bersikap adaptif, yakni terbuka terhadap perkembangan zaman, mampu beradaptasi dengan dinamika komunikasi, dan menghargai perbedaan sebagai kekuatan.

 

Sementara itu Yogi Eka Chalid Farobi memaparkan informasi soal cara membangun penikmat medsos Bawaslu loyal dan organik. Mengutip Wilbur Schramm (1954), ia mendeskripsikan engagement sebagai bentuk komunikasi dua arah, yakni terjadinya interaksi antara pengirim dan penerima pesan, bukan sekadar penyampaian informasi secara satu arah. Dalam konteks media sosial, engagement mencerminkan tingkat keterlibatan, interaksi, dan respons audiens terhadap konten atau aktivitas yang dilakukan oleh sebuah akun.

Bentuk-bentuk engagement di antaranya like atau reaksi, komentar, share atau repost, save, klik tautan serta penyebutan (mention) atau penandaan (tag). Peningkatan engagement memberikan sejumlah manfaat strategis antara lain peningkatan jangkauan organic konten, membangun hubungan yang lebih dekat dengan audiens, meyediakan umpan balik (feedback) untuk perbaikan layanan, mendukung analis dan pengambilan Keputusan serta berkontribusi pada peningkatan konversi atau tindakan nyata dari pengguna. 

Catatan penting dalam pengelolaan kehumasan digital adalah membentuk  tim humas yang solid, bukan sekadar menunjuk satu atau dua staf. Setiap anggota tim dapat berperan sebagai wartawan, kameramen, editor, dan reporter yang andal.

“Rapat humas perlu dilaksanakan secara berkala, minimal untuk merencanakan dan mengevaluasi konten secara sistematis. Dimana koordinator divisi wajib melakukan quality control (QC) atas setiap konten sebelum dipublikasikan, mulai dari redaksi kalimat hingga memastikan "taste" lembaga tetap terjaga,” katanya.

Mereka juga perlu berlangganan alat produksi profesional seperti Canva Pro, CapCut Pro, atau platform serupa sebagai pendukung produksi konten berkualitas. Selain itu jajaran Bawaslu perlu memastikan ketersediaan perlengkapan teknis yang memadai untuk mendukung pembuatan konten, seperti kamera, mikrofon, tripod, dan pencahayaan. 

Penulis   :  Heni

Editor     : Humas Jember